Selasa, 17 Maret 2009

Ujian Nasional, Untuk Apa?

Ujian Nasional: Untuk Apa?
Oleh Abdul Malik
UPAYA pembenaran ujian nasional sebagaimana diuraikan dalam liputan Kompas (31/1/ 2005), "Ujian Nasional Jalan Terus" menunjukkan kegagalan pemerintah memisahkan dimensi politis dan dimensi teknis kebijakan pendidikan.Kajian instrumen kebijakan yang sangat bisa dilakukan secara analitis dalam konteks teoretis dan empiris telah direduksi menjadi pencarian legitimasi melalui acara dukung-mendukung. Ini merupakan masalah serius karena politisasi implisit pada wilayah yang sangat teknis dalam konteks wacana populer di bidang pendidikan kita berpotensi menyesatkan.Dalam tulisan ini penulis mencoba menyoroti evaluasi pendidikan, termasuk ujian nasional (UN) dalam konteks perundangan yang berlaku dan dalam konteks substantif evaluasi pendidikan dalam berbagai makna serta implikasi dan kelayakannya. Dengan menempatkannya dalam perspektif yang lebih komprehensif dan substantif mudah-mudahan kita bisa melihat permasalahannya secara lebih jernih.Konteks perundanganSetidaknya tiga produk hukum yang patut dilihat: UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan PP No 25/2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom. Perlu dicatat, PP No 25/2000 diturunkan dari UU No 22/1999 yang tidak lagi berlaku setelah keluarnya UU No 32/2004. Tetapi mengingat substansi desentralisasi pendidikan tidak berubah dari UU No 22/1999 ke UU No 32/2004, ketentuan dalam PP tersebut perlu dicermati paling tidak untuk pemikiran menjelang revisinya menyesuaikan dengan UU No 32/2004.Persoalan pertama yang mengemuka dalam tinjauan hukum UN adalah kenyataan bahwa UU No 20/2003 tidak mengaturnya secara jelas dan rinci. Evaluasi pendidikan dalam Pasal 57 Ayat (1) dinyatakan sebagai kegiatan yang "ditujukan untuk pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan" dikacaukan oleh Ayat (2) pasal yang sama. Tidak berlebihan, kerancuan konseptual Pasal 57 Ayat (2) ini merupakan akar perdebatan tentang UN.Ayat tersebut mencampuradukkan "evaluasi terhadap peserta didik" yang lebih bermakna examination dengan "evaluasi terhadap lembaga dan program pendidikan" yang lebih bermakna assessment. Evaluasi dalam pengertian examination bermaksud mengukur pemahaman dan prestasi peserta didik dan bernuansa seleksi serta menentukan lulus atau tidak lulus, sedangkan evaluasi dalam pengertian assessment bermaksud mengukur kinerja sistem atau bagian dari sistem pendidikan dan berimplikasi perbaikan penyelenggaraan dan sistem/komponennya.Melihat kedua makna evaluasi, pertanyaannya kemudian siapa yang berwenang melakukan evaluasi untuk masing-masing makna tersebut? PP No 25/2000 Pasal 2 Ayat 3 huruf 11.a mengatakan bahwa pemerintah pusat memiliki kewenangan dalam "penetapan standar kompetensi siswa dan warga belajar serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman pelaksanaannya". Ayat ini sekilas memberikan dasar bagi pemerintah pusat untuk menyelenggarakan UN. Tetapi, mengingat ayat ini tidak disertai dengan penjelasan memadai untuk dapat secara tegas ditafsirkan apakah penilaian hasil belajar yang dimaksud berimplikasi kelulusan (sertifikasi) ataukah berimplikasi perbaikan sistem, maka ayat ini perlu dibaca dengan hati-hati dan diletakkan dalam konteks perundangan lainnya, khususnya UU No 20/2003.Dalam UU No 20/2003 terdapat dua ketentuan relevan: Pasal 58 Ayat (1) yang mengatakan bahwa "evaluasi belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik", dan Pasal 61 Ayat (2) yang mengatakan bahwa "ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi". Kedua ayat tersebut mengandung makna bahwa evaluasi yang berimplikasi kelulusan (sertifikasi) adalah kewenangan pendidik dalam satuan pendidikan yang terakreditasi.Jika demikian, bagaimana kita menafsirkan peran pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam PP No 25/2000 tersebut di atas? UU No 20/2003 Pasal 59 Ayat (1) mengatakan bahwa "Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan" yang dengan mudah dapat dipahami sebagai evaluasi dalam pengertian assessment. Nuansa ini terasa lebih kuat manakala kita membacanya bersamaan dengan Pasal 50 Ayat (2), Pasal 35 Ayat (1) dan (2), serta ketentuan umum mengenai standar nasional pendidikan dalam Undang-Undang yang sama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jam berapa???