Dua makna evaluasi pendidikan
oleh: Abdul Malik
Kita perlu telaah lebih lanjut kedua makna evaluasi serta implikasinya bagi pengelolaan pendidikan nasional. Pencampuradukan kedua makna evaluasi dan upaya dukung-mendukung dalam rangka legitimasi UN sebagai instrumen kebijakan sangat berbahaya pada tataran pemahaman subtil terhadap perbedaan antara motivasi pemerintah menyelenggarakan pendidikan dan motivasi individu memperoleh pendidikan. Pada tataran individu, unsur seleksi dalam proses pendidikan cukup menonjol; persoalan lulus tidak lulus, nilai akademik, dan peringkat menempati porsi yang penting.Dalam konteks ini mudah dipahami dukungan pada UN dari para orangtua dan murid yang semuanya beraspirasi sukses dalam proses seleksi sepanjang karier pendidikannya. Instrumen seleksi seperti UN yang akan membedakan kinerja di antara mereka akan memudahkan menyiasati dan memfokuskan upaya mereka. Hal ini berpotensi membelokkan upaya individu siswa dan bahkan guru-guru dan sekolah dari belajar secara komprehensif menjadi upaya sempit menyiapkan diri untuk seleksi. Di sinilah letak bahayanya mendasarkan pilihan instrumen yang begitu teknis pada aspirasi populer.Pada tataran pemerintah sebagai wali kepentingan publik, unsur seleksi tidak terlalu relevan. Pemerintah lebih peduli pada kemajuan kolektif, bukan kemajuan individu. Kebijakan pemerintah menyelenggarakan pendidikan yang dilandasi cita-cita kemerdekaan lebih menekankan upaya pemberdayaan anak didik secara keseluruhan (kolektif). Dalam bingkai ini evaluasi yang bernuansa membedakan (discriminating) menjadi kurang relevan, dan evaluasi dalam konteks assessment menjadi penting. Inilah mandat penting pemerintah pusat cq Depdiknas yang tidak pernah didesentralisasikan.Berbeda dengan examination yang menentukan siapa yang lulus dan yang tidak lulus serta siapa memahami lebih baik siapa tidak, assessment akan lebih berfokus kepada mereka yang lemah, unit pendidikan yang kinerjanya kurang baik dan masih berada di bawah standar yang dicita-citakan. Dengan begitu, assessment akan secara sistematis berimplikasi pada langkah-langkah penyempurnaan sistem, kurikulum, sumber daya, dan pendekatan pengajaran, sesuatu yang tidak mungkin dihasilkan melalui UN.Standardisasi lulusan?Berangkat dari uraian di atas, pertanyaannya kemudian: bagaimana dengan permasalahan standardisasi kelulusan? Bukankah kita perlu keyakinan bahwa lulusan sebuah jenjang pendidikan tertentu dapat diperbandingkan secara nasional. Itu permasalahan yang sama sekali berbeda dan tidak bisa diatasi secara instan melalui mekanisme UN pada saat ini. Mengapa? Kita perlu introspeksi dan menengok secara adil penyelenggaraan pendidikan secara nasional selama ini. Keberhasilan kita meluaskan akses pendidikan selama lebih dari tiga dekade sungguh monumental secara komparatif internasional. Tetapi harus kita akui pula bahwa pada aspek kualitas sungguh tidak terkendali.Gambaran sekolah kita memiliki spektrum kelayakan sebagai lembaga pendidikan yang sangat lebar. Menguji mereka yang belajar dalam kondisi sangat beragam, sebagian dengan sumber daya publik yang terlalu kecil untuk berfungsi sebagai alat pemerataan (equalizing), hanya berarti menghakimi dan kemudian menghukum siswa atas "kesalahan" yang tak mereka perbuat. Bagaimana dengan penentuan kriteria kelulusan secara lokal dari ujian yang bersifat nasional? Ini hanya sebuah upaya teknis menutupi kesalahan konseptual.Apakah tidak ada harapan untuk standardisasi kualitas lulusan secara nasional? Ini tantangan yang harus dijawab secara proporsional dalam kerangka waktu yang masuk akal, diawali assessment yang ditindaklanjuti dengan langkah konkret memperbaiki titik-titik lemah sistem dan penyelenggaraan pendidikan nasional. Assessment merupakan pekerjaan besar dan penting, dan tidak ada yang lebih otoritatif melakukannya dibandingkan Depdiknas. Setelah berbagai perbaikan yang merupakan tindaklanjut assessment, pada saat yang tepat dan tentu tidak mungkin segera, kita mulai menerapkan standardisasi lulusan dan memperbaikinya dari waktu ke waktu.
sumber:re-searchengines.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar