Sabtu, 16 Mei 2009

Sekolah Terbuka, Alternatif Menikmati Sekolah Negeri

Fasilitas Sama, tanpa Biaya
Gagal masuk sekolah negeri? Masih ada sekolah terbuka yang bisa dimanfaatkan siswa. Sayang, meski telah dibuka sejak beberapa tahun lalu, belum banyak yang mengetahui sekolah ini.
-------------

Mimpi Anis Parwati masuk sekolah negeri sirna. Alumnus SMPK Pirngadi Surabaya itu gagal menembus ketatnya persaingan penerimaan siswa baru (PSB) jenjang SMA. Tentu Anis bukan satu-satunya siswa yang gagal menjebol ketatnya pintu masuk sekolah negeri di Surabaya. Terdapat sekitar 3.134 siswa lain yang mengalami nasib serupa. Ditambah jenjang lain, total ada 14.879 siswa yang gagal masuk sekolah negeri.

Angka itu milik Surabaya. Bagaimana dengan kota-kota lain di penjuru Nusantara? "Kurang lebih sama. Sayangnya, tak semua bisa masuk sekolah swasta. Sekitar sepuluh persen diperkirakan tidak mampu," kata Martadi MSn, pakar pendidikan dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Beruntung, Anis masuk dalam kategori siswa yang mampu membiayai pendidikan di sekolah swasta. Tapi, bagaimana dengan mereka yang tak mampu? Sekolah terbuka! Ya, inilah alternatif pendidikan bagi para siswa tak mampu itu. Namun demikian, diperkirakan hanya sedikit yang akan melirik

Citra sekolah terbuka memang belum cantik. Maklum, sejak dibuka pada 1980-an, sekolah itu diisi oleh mereka yang datang dari kalangan kurang mampu. Banyak yang meragukan kualitas pendidikannya. Padahal, kenyataan tidak menunjukkan demikian.

Menurut Ruddy Winarko, kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Surabaya, sekolah terbuka memiliki induk sekolah negeri. "Kepala sekolah, guru, sistem pembelajaran semua sama dengan yang diberlakukan di sekolah induk," jelasnya. Ijazah yang diterima pun bakal berstatus negeri.

Dijelaskan Ruddy, sekolah terbuka merupakan pendidikan alternatif untuk mengentaskan pola wajib belajar pendidikan sembilan tahun. Latar belakang dibukanya sekolah itu lantaran kendala sosial, ekonomi, geografis, transportasi, dan waktu.

Misalnya, si siswa tak bisa mengikuti pelajaran layaknya siswa reguler karena berbagai macam alasan. Jam pelajarannya pun dibuat fleksibel, bergantung dari kesepakatan guru dan siswa. Bisa dilakukan siang, sore atau malam hari. Saat ini mayoritas siswa yang diutamakan adalah mereka yang kurang mampu secara ekonomi. Sehingga siswa yang terdaftar di sekolah terbuka diutamakan untuk mendapatkan beasiswa.

Dengan adanya program beasiswa itu, siswa dari keluarga tidak mampu diharapkan tidak mengalami putus sekolah. "Meskipun menghadapi berbagai kendala seperti kesulitan ekonomi, transportasi maupun kendala waktu," terangnya.

Yang menjadi penekanan tentu pada biaya sekolah yang gratis. Sehingga siswa yang memang tidak mampu tak akan bermasalah. Saat ini sekolah terbuka kian banyak. Di Surabaya, misalnya, terdapat 12 sekolah negeri (SMP dan SMA) yang menyelenggarakan sekolah terbuka.

Pemerintah pun semakin serius menggarap agenda yang memang vital tersebut. Itu terbukti dengan alokasi dana yang disediakan. Untuk tingkat nasional pada tahun ajaran 2007, pemerintah memberikan dana bagi sekitar 333.716 siswa dengan unit cost per siswa Rp 300 ribu per tahun. Sumber dana untuk program ini berasal dari Anggaran Pendapat Belanja Negara (APBN).

Selain itu juga disediakan beasiswa yang dialokasikan untuk periode Januari-Juni 2007. Namun, mulai tahun ajaran 2007/2008, beasiswa SMP terbuka tidak ada lagi dan diganti dengan bantuan operasional sekolah (BOS). "Sehingga tidak ada perbedaan dengan sekolah regular," papar Ruddy.

Ruddy menambahkan, pemanfaatan beasiswa oleh siswa sekolah terbuka dapat digunakan untuk pembelian perlengkapan sekolah. Seperti buku dan tulis. Bisa juga digunakan untuk trasportasi dan biaya hidup sehari-hari. Pembatalan beasiswa dilakukan bila siswa berhenti sekolah atau menerima beasiswa dari instansi lain. Pun jika siswa tersandung dengan tindakan kriminal.

Dengan fasilitas semacam itu, siswa pun dituntut untuk selalu termotivasi belajar. Menurut Martadi, banyak siswa sekolah terbuka yang kurang semangat dalam belajar. Hal itu membuat mereka tak mampu menyelesaikan sekolah dengan baik. "Sebenarnya banyak juga yang berhasil dengan sekolah terbuka, semuanya tergantung motivasi," tegas Martadi.

Di tengah beragam kendala, siswa sekolah terbuka diharapkan selalu belajar layaknya siswa reguler. Fleksibilitas belajar sekolah terbuka tak sepatutnya diartikan sebagai tindakan semaunya sendiri. Kedisiplinan harus tetap dijunjung tinggi. Rasa minder atau tidak percaya diri lantaran tidak bersekolah di sekolah reguler juga tak boleh hinggap.

Menurut Martadi, siswa sekolah terbuka yang sukses adalah yang rajin menambah wawasan dan tak segan bergaul. Interaksi dengan guru atau tutor yang kebanyakan datang dari sekolah induk juga penting. Selain siswa, guru diharap aktif membantu siswa setiap kali dibutuhkan.

Nah, di sinilah pemerintah harus segera menyelesaikan salah satu pekerjaan rumah (PR) lainnya. Gaji guru atau tutor yang masih sedemikian rendah, terutama di luar Jawa, harus segera diperbaiki. Beberapa waktu lalu, saat Martadi melakukan survei ke Kalimantan, banyak guru mengeluhkan nilai tunjangannya yang begitu minim.

sumber: http://lpmp-jatim.org

1 komentar:

  1. bagus infornya, kunjungi juga di http://penjarakjauh.blogspot.com/

    BalasHapus

jam berapa???